Menyirih mempunyai beberapa manfaat
seperti meningkatkan kapasitas bekerja, menimbulkan sensasi panas dalam
tubuh dan meningkatkan kewaspadaan. Menyirih juga dilakukan oleh
orang-orang kurang mampu untuk menghindari kebosanan dan menekan rasa
lapar
Kebiasaan menyirih, berdasarkan catatan
arkeologi yang ditemukan Yanis, mulai dilakukan masyarakat di barat laut
Thailand pada sekitar abad ketujuh sebelum Masehi. Pada era yang hampir
bersamaan, kebiasaan ini menyebar ke negara-negara Asia lainnya,
termasuk Indonesia.
Komposisi menyirih umumnya berbeda di
satu daerah dengan daerah lainnya atau di satu suku dengan di suku
lainnya. Tetapi umumnya bahan utama menyirih adalah daun sirih, gambir,
tembakau, kapur sirih, dan buah pinang muda. Nah, yang menjadi fokus
utama penelitian Yanis adalah manfaat kandungan eugenol pada daun sirih
dan katekin yang menjadi kandungan utama gambir.
Eugenol adalah senyawa kimia yang dominan
di dalam daun sirih. “Pada minyak sirih ditemukan kandungannya 47,47%,”
kata Yanis kepada Gatra. Kandungan lainnya adalah minyak atsiri, yang
kadarnya hanya 0,35%. Eugenol selama ini banyak digunakan dokter gigi
sebagai antiseptik pada pengobatan gigi.
Katekin adalah kandungan utama zat
berkhasiat pada gambir. Katekin, menurut Yanis, juga ada pada daun teh.
Tapi gambir memiliki kadar katekin paling tinggi, yaitu 13,7%. Sedangkan
pada daun teh, kadarnya 9,8%. Katekin diketahui memiliki sifat
antioksidan, berkemampuan menangkap radikal bebas yang ada dalam tubuh
sehingga dapat mencegah kanker.
“Katekin sangat diandalkan orang Jepang
dan Cina untuk obat kanker dan antivirus lainnya,” ujar Yanis. Selama
ini, efek yang dianggap paling menonjol dari khasiat bahan menyirih
adalah sebagai antibakteri. “Tetapi, apakah efek imunomodulator bahan
menyirih juga cukup baik, hal ini belum banyak diteliti,” Yanis
menambahkan.
Menurut Yanis, pada saat ini obat-obatan
imunomodulator atau obat untuk meningkatkan kekebalan tubuh yang
dipasarkan di Indonesia kebanyakan adalah produk asing. Karena itu, ia
meneliti efek imunomodulator dari kandungan bahan menyirih. “Diharapkan
penelitian ini dapat mengetahui potensi bahan menyirih dan campuran
bahan menyirih sebagai obat imunomodulator dan antibakteri,” katanya.
Selain itu, Yanis juga ingin mengetahui
potensi minyak atsiri daun sirih dan katekin sebagai antibakteri. Hasil
penelitian yang dilakukan Yanis memang menggembirakan. Masing-masing
bahan menyirih terbukti punya efek imunomodulator. Yanis menguji coba
khasiat ekstrak daun sirih dan gambir itu pada hewan mencit.
Ia menguji coba berbagai campuran formula
dalam dosis rendah, sedang, dan tinggi pada sekitar 250 mencit.
Hasilnya, efek imunomodulator bahan menyirih paling baik diberikan oleh
campuran daun sirih, gambir, dan kapur sirih dengan perbandingan
421:70:9 pada dosis sedang 200 miligram/kilogram berat badan mencit.
Dosis itu sama dengan delapan lembar daun sirih dalam sehari.
Terbukti, minyak atsiri daun sirih dan
eugenol dapat menghambat pertumbuhan bakteri uji. “Namun efek eugenol
lebih kuat dari minyak atsiri sirih,” tutur Yanis. Selain itu, dalam
penelitian itu juga ditemukan bukti, ekstrak gambir dan katekin lebih
efektif terhadap bakteri gram negatif dibandingkan dengan bakteri gram
positif.
Aktivitas yang dilakukan katekin pun
lebih kuat dibandingkan dengan ekstrak gambir. Bakteri gram adalah
bakteri yang digunakan Yanis sebagai bakteri uji dalam penelitian ini.
Bakteri ini ditemukan ilmuwan Denmark, Christian Gram.
Bakteri gram positif, kata Yanis,
memiliki dinding yang sangat banyak mengandung peptidoglikan atau sel
dinding bakteri. Sedangkan pada bakteri gram negatif sangat sedikit.
“Jadi, lebih tebal sel dinding bakteri yang ada di gram positif
dibandingkan dengan negatif,” ujar Yanis.
Ia menambahkan, pada bakteri gram
negatif, sel dinding bakterinya banyak mengandung protein dan
karbohidrat. Setiap bakteri itu memiliki sensitivitas berbeda-beda
terhadap kerja antibiotik atau terhadap tanaman yang bekerja sebagai
antibakteri.
Dalam hal ini, kerja antibakerti dibagai
menjadi empat macam. Pertama, bekerja pada dinding sel, yaitu
antibakteri dimungkinkan melubangi dinding sel. Kedua, antibakteri masuk
melalui pori-pori dinding sel, kemudian bekerja merusak protoplasma.
Ketiga, bekerja merusak DNA atau RNA. Keempat, bekerja merusak sintesis
daripada protein yang ada pada sel baketri.
Dalam penelitian ini, Yanis belum
memastikan apakah atsiri dan eugenol bisa melakukan empat macam
pekerjaan itu. “Yang jelas, pada saat diamati dengan mikroskop elektron,
sel dinding bakteri itu menjadi berlubang oleh minyak atsiri dan daun
sirih,” katanya. Efeknya, dapat melemahkan sel-sel bakteri dengan
bocornya kandungan sel dinding bakteri, sehingga menghancurkan
dinding-dinding pada sel bakteri. Dengan demikian, bakteri menjadi lemah
dan mudah dihancurkan oleh antibodi manusia.
Dengan melemahnya bakteri-bakteri itu,
terciptalah efek imunomodulator dan meningkatnya kerja antobodi tubuh.
Hanya saja, menurut Yanis, hasil penelitian ini masih harus dilanjutkan
sampai ke tahap uji klinis. Jika hasilnya baik, diharapkan zat-zat yang
terkandung dalam bahan-bahan menyirih itu dapat dikembangkan sebagai
obat antibakteri dan antivirus. “Kita dapat mengembangkan dengan tablet
isap atau sirup,” ujarnya.
Yanis berharap, obat-obatan itu bisa
membantu penderita penyakit seperti HIV dalam menghasilkan antobodi agar
tidak mudah terserang penyakit lain. “Orang yang terkena HIV itu mudah
terkena infeksi dan banyak yang meninggal karena penyakit seperti TBC,”
katanya. Dalam hal ini, gambir dan daun sirih terbukti mampu
meningkatkan jumlah sel CD4 di dalam tubuh manusia.
Sel CD4 adalah jenis sel darah putih atau
limfosit yang menjadi bagian dari sistem kekebalan tubuh manusia. Di
sisi lain, ciri orang yang terkena HIV/AIDS adalah memiliki sel CD4 yang
rendah. Dengan mengonsumsi bahan-bahan menyirih, CD4 dapat meningkat.
“Itu bagus untuk melawan virus-virus di dalam tubuh dan melawan cacing,”
kata Yanis.
Prof. Dr. Amir Syarif, SKM SpFK, yang
menjadi promotor penelitian ini, memuji temuan Yanis itu. “Telah
berhasil ditemukan sekali lagi bahan dari alam dapat menjadi salah satu
obat yang digunakan bagi kesehatan manusia di seluruh dunia,” katanya
ketika sidang disertasi yang berlangsung pada Rabu 18 Januari lalu.
Khusus
di Indonesia, kata Amir Syarif, berdasarkan penelitian Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), dari sekitar 3.000 tumbuhan obat di dunia, 700
jenis berasal dari Indonesia. Karena itu, menurut Amir, penelitian yang
dilakukan Yanis ini sangat membantu dunia kesehatan. “Khususnya pada
bidang farmasi,” tuturnya.
Sumber : jualpropolis.web.id